Aku adalah
seorang lelaki tanggung yang biasa dipanggil Reymon oleh teman-temanku, aku
sedang memakan bangku SMA , tepatnya ada di kelas 12.
Suatu pagi
dimana mentari belum menebarkan sinarnya, dan sejuknya angin yang menusuk
langsung ke kulit pori-pori, seperti biasa aku terbangun dengan mata yang masih loyo, dan
langsung bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Pagi itu setelah kaca rumahku
memantulkan sinar mentari, dengan berbekal semangat penuh aku bergegas
berangkat sekolah.
“ma aku
berangkat sekolah dulu ya.” tegas ku.
“iya nak,
hati-hati ya dijalan.” ibuku menjawab sambil menyiapkan sarapan untuk adik
kecil ku.
Rumahku
tidak terlalu jauh dari sekolah, jadi naik sepeda saja sudah cukup. Oh iya baru
ingat, aku mempunyai seorang teman yang bernama Jaya sudah dari SD aku kenal
dengannya, dan kerennya aku selalu satu sekolah dengannya, bahkan di kelas 12
ini, aku sekelas dengan Jaya. Di kelas
itu aku memulai obrolan dengan dia.
“gimana nih
soal tugas? Balik sekolah mau ngerjain tugas gak ?”ucapku
“aduhh,
kayaknya engga bisa, baliknya ada kerjaan nih.” jawab Jaya
“ahh kerjaan
apaan, ujung-ujungnya juga pacaran.”
“Tuh tau.
Hahaha, makanya cari dong kaya gua, biar pulang engga sendiri terus.”
“ah udah
lah, kenapa jadi ngomongin ini sih.” tegas ku kepadanya.
Hari itu aku
mengikuti pelajaran dengan baik sampai bel pulang pun terasa sangat cepat. aku
pulang mengendarai sepeda dengan earphone yang masih menancap di telinga ku,
alunan lagu itu sangatlah mantap didengar, bahkan seperti telinga ini menggenggam
kuat earphone agar tak lepas dari telingaku.
“assalamualaikum.”
teriak ku sambil mengetuk pintu.
Sreeekkk
(pintu terbuka).... “waalaikumsalam nak.”
Setelah itu,
aku mencium tangan ibu dan langsung bergegas ke kamar karena ingat tugas yang
menumpuk sedang menunggu dikamarku. Selagi mengerjakan tugas ku itu, lagu yang
tadi ku dengar saat perjalanan pulang pun aku putar kembali dengan volume suara
yang kecil.
Pintu kamar
ku terbuka... ternyata itu adik kecilku yang polos berumur 5 tahun.
“ kaka lagi
ngapain?” ucap ia sambil duduk di sampingku
“ ya
ngerjain tugas dong de!” jawabku
“kok ada
lagu begini ka? Katanya lagi belajar, kalo belajar, ya belajar aja ka.” ucap ia.
“ ya biar
lebih menghayati, udah sana keluar, ganggu aja kamu.”
Keesokan
harinya saat disekolah, aku berjalan ke kantin tanpa bersama Jaya, ia bilang sih
mau makan bareng sama pacanya, ya jadi terpaksa deh sendirian. di tengah
ramainya kantin,aku bertemu dengan temanku, yaitu Shalbi. Shalbi adalah temanku
yang baru aku kenal sejak kelas 12, kali
ini ia bersama seorang wanita dengan rambut lurus berpita merah yang belum
pernah aku lihat sebelumnya.
“eh Mon,
kemana aja? Ko baru keliatan?” ujarnya.
“ ya iyalah,
kan kelas kita beda lantai.” jawabku.
“iya juga
sih. Haha, oh iya mon, ini perkenalkan Florin, murid baru dikelas aku. Flor
kenalin juga, ini Reymond, anak kelas atas.”
“ oh iya,
hai, Gua Reymon.”
“ Hai juga,
Florin.” (sambil berjabat tangan dengan Reymon)
“ Salam
kenal ya.” Ucapku.
“ salam
kenal juga ya.” jawab Florin dengan senyumnya.
“ Mon,
buru-buru nih, udah laper. Haha.. Duluan ya.”
“ okedeeh
Bi, siiip.”
Mereka
berdua pun kembali ke kelas, aku segera membeli makanan dan juga kembali ke
kelas. Tak terasa bel masuk pun berbunyi. Aku mengikuti pelajaran dengan baik
hingga bel pulang.
Hari demi
hari berjalan, Florin si anak baru itu, mulai membaur dengan yang lain, tak
sedikit lelaki yang suka dengannya, karena selain ia cantik, ia juga jago
sekali dalam urusan menari. Dari situ aku mulai tertarik dengannya, namanya
juga cowo, normal kalo suka sama cewe. Setiap aku berdiam diri di kamar, aku
selalu ingin membayangkan Florin selalu dekat denganku terus. Untungnya Shalbi
teman dekatnya Florin, jadi aku bisa dekat terus dengan Florin meski ada
Shalbi.
Suatu hari
disekolah, saat aku sedang duduk menatap langit dengan earphone ditelinga ku
dan walkman ditangaku, tiba-tiba Shalbi datang dan mencabut earphone telinga
kiri ku.
“eh Bi, ko
nyabut earphone ku yang kiri sih? Kan lagi asik nih denger lagu!”
“ ah ini
lagunya udah ketinggalan zaman, nih coba deh dengerin yang ini.”
“ wedeeh,
enak juga nih lagu. Minta dong..”
“okee siaap
bos, rekomendasi lagu dariku gak ada yang jelek deh, dijamin.”
“iya iyaa...”
Lagu itupun
menjadi lagu favoritku, alunan lagu nya sangat menyentuh hati. Selera musik
Shalbi memang bagus menurutku.
Hampir
setiap hari, aku meilhat Shalbi dan Florin berjalan bersama saat pulang
sekolah. Tak taunya, memang rumah mereka
dekat dengan rumah ku. Shalbi juga sering sekali ke rumahku, untuk mengajariku.
Tak jarang juga, aku berangkat bersamanya. Hubungan ku dengan Shalbi sudah
seperti saudara dari situ. Shalbi juga selalu memotivasiku saat aku sedang
terjatuh.
Suatu hari,
pernah aku berangkat bersama dengan Shalbi dan Florin, tetapi tak biasanya aku
merasa canggung dekat mereka berdua, mungkin pikirku karena ada Florin disitu,
ya karena perasaan ku berbeda ke Florin, mungkin bukan hanya mau menjadi teman
saja.
Dihari yang
sama pun aku pulang bersama mereka berdua, rasa canggung itupun masih saja
melekat pada diriku, omonganku terbata-bata saat ingin mengucapkan sesuatu
“ Bi,bi jadi
gimana? Ha..harii ini bisa mengajariku
tentang materi yang tadi disekolah?” tanya ku ke Shalbi.
“siaap deeh,
tapi agak sorean ya.”
“ o..oke
deh” “oh iya, Flor mau ikut belajar bareng?”
“kayaknya
engga deh Mon, hari ini ada les tari soalnya, maaf ya. “
“ sip deh
kalo begitu.”
Setelah
Florin memutuskan untuk tidak bisa belajar bareng, hati ku merasa kecewa, padahal jika ia bisa ikut, aku
bisa memandangi wajah nya itu dalam waktu yang agak lama. Terpaksa deh cuma
belajar dengan Shalbi. Aku pun belajar bersama Shalbi hingga mentari petang
menyembunyikan dirinya.
Esoknya,
seperti bisa aku pulang bareng dengan Shalbi, tetapi Florin tidak bisa ikut
dengan kami karena ia harus mengerjakan tugas di rumah temannya. Saat berjalan
berdua, aku ingin sekali menceritakan perasaan ku tentang Florin. Di sisi lain
aku tidak enak menceritakan nya, hatiku sangat berat untuk menceritakan itu. Ya
karena Shalbi teman dekatnya Florin, aku
takutnya si Shalbi ngebocorin rahasia ini ke Florin, aduh bisa kepalang malu
kalo gitu.
Waktu demi
waktu berjalan, Setelah menjalani ujian
akhir. Hari pelepasan siswa pun tiba. Ini hari aku dinyatakan lulus dari
sekolah ini, selama di sekolah ini, perjalanan ku tidak hanya seperti air yang
mengalir, tapi seperti mendaki bukit, menyebrang samudera, dan mengahadang
angin kencang. Banyak sekali momen-momen yang tak bisa dilupakan. Di hari ini
juga aku dan teman-temanku akan berpisah karena masing-masing dari kami ingin
melanjutkan kuliah di luar kota. Ditambah
aku juga akan berpisah dengan Shalbi dan Florin. Tapi mengapa hati ini bagai
terbesit oleh pisau saat berpisah dengan
mereka berdua. Pikiran ku berbicara “Apakah momen-momen bermakna yang aku
jalani bersama mereka harus terlupakan begitu saja karena aku akan berpisah
dengan mereka? “ sebelum berpisah aku sudah menyiapkan secercah surat yang
sudah aku tulis semalam, sebelum memberinya kepada Florin, aku membaca terlebih
dahulu..ehh tiba-tiba aku kebelet untuk membuang air kecil, sehingga aku
langsung bergegas ke kamar kecil.
Setelah kembali, secercah surat yang ada di atas meja aku ambil dan aku
gulung menggunakan pita berwarna biru dan merah. Dan aku masukan kedalam tas.
Shalbi pun mendatangiku.
“ Mon,
kenapa kamu keliatan gelisah?” ucap Shalbi sambil memegang pundak ku
“ engga
apa-apa ko Bi, rencana nya jadi mau lanjut kuliah di luar kota nih?” jawabku .
“ insyallah
jadi Mon, kalo kamu jadinya engga bakal ke luar kota?”
“ emhhh, iya
nih kayaknya, ya biar lebih deket aja sama orang tua Bi.” tegas ku kepada
Shalbi
“ ohh gitu
Mon, bagus deh kalo gitu, ya mudah-mudahan kita bisa sukses ya, amiin.”
“ iyaa
Bi, laah ko sendiri, Florin nya mana?”
“ emhhh, dia
tidak bisa datang Mon, ia harus berangkat duluan ke luar kota hari ini, ia
menitip salam untukmu, dan dia bilang semoga kau sukses selalu.” jawab Shalbi
dengan nada yang lemah.
28 Agustus
2014
Halo..
Anggap saja
surat ini hanya sebagai perantara untuk aku menunjukan perasaanku kepadamu,
sebenarnya aku sudah jatuh hati sama kamu, tapi aku tak sanggup untuk
mengungkapkan nya. Resah untuk ku mengungkapkan nya padamu. Jika ada suatu yang
lebih indah dari kata cinta dan tulus, aku ingin mengucapkan nya padamu.
Jadi...
Aku cinta
kamu Florin Tertanda
Reymon
Ya benar,
itu adalah secercah surat yang sudah aku tulis semalam , sekarang tidak ada
guna nya lagi, dan kini sudah terlambat. Di balik itu semua, aku berusaha tegar
didepan Shalbi.
“ yaaah,
yaudahlah. “jawabku sambil menunduk.
“ Mon... sebenarnya
aku tidak bisa pisah dengan kamu dan Florin, susah rasanya berpisah dengan
orang yang telah menciptakan momen-momen bermakna denganku” tegas Shalbi.
“ perasaanku
juga seperti itu Bi, tapi apa daya? Aku harus merasa tegar untuk melewati ini.”
“ iya kamu
benar, anggap lah ini sebuah jembatan yang harus kita lintasi untuk mencapai
cita-cita kita mon.”
“ iya Bi,
itu benar, kita harus semangat.” jawabku.
“ iya mon,
mon jangan lupain aku ya, meski kita bakal jauh, tapi sahabat itu akan selalu
support terus, ini ada kenangan dariku,jangan diliat dari harganya ya, tapi
liat dari ketulusan memberinya” ucap Shalbi sambil memberikan sebuah kotak
kecil.
“ iya Bi,
sama ya, jangan lupain aku juga meski kita udah sukses nanti, dan makasih juga
untuk kenang-kenangannya, maaf klo aku tak bisa memberi mu apa-apa.” jawabku.
“iya tak apa
kok.” jawab Shalbi.
Aku, Shalbi,
dan Florin pun berpisah untuk waktu yang begitu lama.
Waktu pun
berlalu. Dimalam hari yang hari itu tidak hujan tapi hanya lebih menyerupai
sebuah gerimis. Aku mendengarkan lagu yang selalu aku dengarkan ketika masih di
SMA, tiba-tiba tak sengaja, aku mengacak lagu yang ada di galeri musik ku, dan
ternyata terputarlah lagu yang diberikan Shalbi kepadaku. Aku ingat, ingat
sekali, ini adalah lagu yang diberikakan
Shalbi kepadaku saat aku sedang duduk sendiri di pojokan sekolah. Pikiranku melayang, seakan terbang mendekati
masa lalu, dan seketika aku mengingat masa-masa indah di SMA bersama Shalbi. Aku
terbayang kata-kata yang ia lontarkan
untuk menyemangatiku saat hari pelepasan.
Aku beranjak dari kasurku untuk mendekati lemari kamarku, “sreeeeeg” aku
membuka laci lemari itu, terdapat sebuah pena kecil berwarna biru. Ya itu
adalah kado pemberian Shalbi dihari pelepasan. Segera aku ambil pena itu, dan
kembali duduk dikasur ku.
Aku
terdiam..... menatap pena itu dengan serius. Hatikuku merasa sangat bersalah
dengannya, karena setiap dia selalu ada buat ku, tetapi aku malah memikirkan
yang lain. Dan ia sangat peduli denganku, dan juga tanpa ilmu yang ia ajari,
aku tidak akan bisa seperti ini. Tetapi mengapa dulu aku hanya memikiran Florin, Florin, dan
Florin. Aku cuma bisa terdiam, memandang
gerimis yang seakan menari mengikuti alunan desir angin malam itu. Sebenarnya
aku ingin menangis, menumpahkan semua air mata. Aku ingin berlari ke luar
halaman agar gerimis itu bisa bersanding dengan gerimis air mataku. Tapi, aku
mencoba membendung semuanya. Aku sadar, ternyata dulu aku menyia-nyiakan orang yang ada buatku.
Florin itu bukan cinta ku, tapi.... Dari
situ aku teringat sebuah secercah surat yang gagal aku berikan kepada Florin.
Aku pun mengambil tas ku, dan membuka sleting depannya. Dalam hatiku berkata
“mudah-mudahan masih ada suratnya”.. “akhirnya ketemu”. Aku pun membuka sebuah
kertas yang sudah menguning itu. Aku tatap dengan tajam. Aku berbicara pada
diri ku sendiri “ surat ini seharusnya bukan untuk Florin”.
Hari demi
hari berjalan, 4 tahun kemudian, diadakan reuni SMA. Aku pun menghadiri acara itu,
tak ku sangka ternyata aku bertemu kembali dengan kerabat lamaku, Shalbi, tanpa
ada Florin disitu.
“ eh Shalbi,
halo apa kabarmu?”
“ eh Reymon,
baik ko. kamu gimana? Baik kan pasti? Hehe... “
“ oh iya..
hehe... Shal..”
“ iya?”
“ ada yang
pengen memberikan sesuatu, tapi bentar dulu. Florin engga datang lagi ya?”
“oh iya mon,
ia tidak bisa dihubungi, mungkin dia juga tidak tau informasi tentang acara
ini”
“ oh gitu
Shal. ”
Aku pun
membuka tas ku, dan mengambil gulungan
kertas yang sudah agak menguning dengan dihiasi pita biru dan merah, ya itu
adalah secercah surat yang gagal aku
berikan pada Florin.
“ aku ingin
memberikan ini Shal..”
“sepertinya
aku tahu, ini adala surat yang ingin kamu berikan pada Florin kan?”
Hatiku dag
dig dug tiba-tiba
“ lohhh...
ko tau bi? “ jawabku dengan nada yang sedikit gelisah
“ aku
melihat surat itu, ketika kamu tinggalkan di atas meja, ketika kamu sedang
meninggalkan nya sebentar, ternyata dugaanku benar, kamu sudah suka sama
Florin. Saat kamu sudah kenal Florin begitu lama, tatapanmu beda kepadanya.
Dari situ aku juga sudah mulai curiga Mon.. Jadi kamu ingin menitipkan surat
ini kepadaku, untuk aku memberikannya kepada Florin?”
“Bukan Shal,
kamu salah besar, tolong dibuka...”
Reymon pun
memberikan surat itu kepada Shalbi. Dan dengan perlahan, Shalbi membuka surat
itu.
28 Agustus
2014
Halo..
Anggap saja
surat ini hanya sebagai perantara untuk aku menunjukan perasaan ku kepadamu,
sebenarnya aku sudah jatuh hati sama kamu, tapi aku tak sanggup untuk
mengungkapkan nya. Resah untuk ku mengungkapkan nya padamu. Jika ada suatu yang
lebih indah dari kata cinta dan tulus, aku ingin mengucapkan nya padamu.
Jadi...
Tertanda
\ reymon
“ jadi...
aku salah selama ini, sebenarnya sejak dulu hatiku itu buat kamu, bukan Florin.
Aku baru menyadari nya, dulu aku hanya menggunakan pikiranku untuk memilih
tanpa menggunakan hatiku. Yang sebenarnya hatiku sudah berteriak untuk cinta
sama kamu. Dan dulu, ternyata aku memaksa untuk cinta kepada Florin. Aku
mencoret nama Florin disitu dengan pena yang kamu berikan saat hari pelepasan
dulu, dan mengganti nya dengan nama mu karena aku yakin kalo surat itu seharusnya
untukmu, terimakasih untuk semua peduli kamu untukku saat kita masih SMA, dan
terimakasih untuk pena nya. Pena itu membantu ku untuk menulis cinta k yang
sebenarnya”
Setelah itu,
aku pun menjadi dekat kembali dengan Shalbi. dan pada akhirnya, hatiku tak
resah kembali karena aku telah memilih dengan benar. Mungkin benar, jodoh akan
dipertemukan.
TAMAT
No comments:
Post a Comment