Monday, 26 October 2015

Cerpen Dibalik Rencanaku

Aku adalah seorang lelaki tanggung yang biasa dipanggil Reymon oleh teman-temanku, aku sedang memakan bangku SMA , tepatnya ada di kelas 12.
Suatu pagi dimana mentari belum menebarkan sinarnya, dan sejuknya angin yang menusuk langsung ke kulit pori-pori, seperti biasa aku  terbangun dengan mata yang masih loyo, dan langsung bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Pagi itu setelah kaca rumahku memantulkan sinar mentari, dengan berbekal semangat penuh aku bergegas berangkat sekolah.
“ma aku berangkat sekolah dulu ya.” tegas ku.
“iya nak, hati-hati ya dijalan.” ibuku menjawab sambil menyiapkan sarapan untuk adik kecil ku.
Rumahku tidak terlalu jauh dari sekolah, jadi naik sepeda saja sudah cukup. Oh iya baru ingat, aku mempunyai seorang teman yang bernama Jaya sudah dari SD aku kenal dengannya, dan kerennya aku selalu satu sekolah dengannya, bahkan di kelas 12 ini, aku sekelas dengan  Jaya. Di kelas itu aku memulai obrolan dengan dia.
“gimana nih soal tugas? Balik sekolah mau ngerjain tugas gak ?”ucapku
“aduhh, kayaknya engga bisa, baliknya ada kerjaan nih.” jawab Jaya
“ahh kerjaan apaan, ujung-ujungnya juga pacaran.”
“Tuh tau. Hahaha, makanya cari dong kaya gua, biar pulang engga sendiri terus.”
“ah udah lah, kenapa jadi ngomongin ini sih.” tegas ku kepadanya.
Hari itu aku mengikuti pelajaran dengan baik sampai bel pulang pun terasa sangat cepat. aku pulang mengendarai sepeda dengan earphone yang masih menancap di telinga ku, alunan lagu itu sangatlah mantap didengar, bahkan seperti telinga ini menggenggam kuat earphone agar tak lepas dari telingaku.
“assalamualaikum.” teriak ku sambil mengetuk pintu.
Sreeekkk (pintu terbuka).... “waalaikumsalam nak.”
Setelah itu, aku mencium tangan ibu dan langsung bergegas ke kamar karena ingat tugas yang menumpuk sedang menunggu dikamarku. Selagi mengerjakan tugas ku itu, lagu yang tadi ku dengar saat perjalanan pulang pun aku putar kembali dengan volume suara yang kecil.
Pintu kamar ku terbuka... ternyata itu adik kecilku yang polos berumur 5 tahun.
“ kaka lagi ngapain?” ucap ia sambil duduk di sampingku
“ ya ngerjain tugas dong de!” jawabku
“kok ada lagu begini ka? Katanya lagi belajar, kalo belajar, ya belajar aja ka.” ucap ia.
“ ya biar lebih menghayati, udah sana keluar, ganggu aja kamu.”
Keesokan harinya saat disekolah, aku berjalan ke kantin tanpa bersama Jaya, ia bilang sih mau makan bareng sama pacanya, ya jadi terpaksa deh sendirian. di tengah ramainya kantin,aku bertemu dengan temanku, yaitu Shalbi. Shalbi adalah temanku yang baru aku kenal sejak kelas 12,  kali ini ia bersama seorang wanita dengan rambut lurus berpita merah yang belum pernah aku lihat sebelumnya.
“eh Mon, kemana aja? Ko baru keliatan?” ujarnya.
“ ya iyalah, kan kelas kita beda lantai.” jawabku.
“iya juga sih. Haha, oh iya mon, ini perkenalkan Florin, murid baru dikelas aku. Flor kenalin juga, ini Reymond, anak kelas atas.”
“ oh iya, hai, Gua Reymon.”
“ Hai juga, Florin.” (sambil berjabat tangan dengan Reymon)
“ Salam kenal ya.” Ucapku.
“ salam kenal juga ya.” jawab Florin dengan senyumnya.
“ Mon, buru-buru nih, udah laper. Haha.. Duluan ya.”
“ okedeeh Bi, siiip.”
Mereka berdua pun kembali ke kelas, aku segera membeli makanan dan juga kembali ke kelas. Tak terasa bel masuk pun berbunyi. Aku mengikuti pelajaran dengan baik hingga bel pulang.
Hari demi hari berjalan, Florin si anak baru itu, mulai membaur dengan yang lain, tak sedikit lelaki yang suka dengannya, karena selain ia cantik, ia juga jago sekali dalam urusan menari. Dari situ aku mulai tertarik dengannya, namanya juga cowo, normal kalo suka sama cewe. Setiap aku berdiam diri di kamar, aku selalu ingin membayangkan Florin selalu dekat denganku terus. Untungnya Shalbi teman dekatnya Florin, jadi aku bisa dekat terus dengan Florin meski ada Shalbi. 
Suatu hari disekolah, saat aku sedang duduk menatap langit dengan earphone ditelinga ku dan walkman ditangaku, tiba-tiba Shalbi datang dan mencabut earphone telinga kiri ku.
“eh Bi, ko nyabut earphone ku yang kiri sih? Kan lagi asik nih denger lagu!”
“ ah ini lagunya udah ketinggalan zaman, nih coba deh dengerin yang ini.”
“ wedeeh, enak juga nih lagu. Minta dong..”
“okee siaap bos, rekomendasi lagu dariku gak ada yang jelek deh, dijamin.”
“iya iyaa...”
Lagu itupun menjadi lagu favoritku, alunan lagu nya sangat menyentuh hati. Selera musik Shalbi memang bagus menurutku.
Hampir setiap hari, aku meilhat Shalbi dan Florin berjalan bersama saat pulang sekolah.  Tak taunya, memang rumah mereka dekat dengan rumah ku. Shalbi juga sering sekali ke rumahku, untuk mengajariku. Tak jarang juga, aku berangkat bersamanya. Hubungan ku dengan Shalbi sudah seperti saudara dari situ. Shalbi juga selalu memotivasiku saat aku sedang terjatuh.
Suatu hari, pernah aku berangkat bersama dengan Shalbi dan Florin, tetapi tak biasanya aku merasa canggung dekat mereka berdua, mungkin pikirku karena ada Florin disitu, ya karena perasaan ku berbeda ke Florin, mungkin bukan hanya mau menjadi teman saja.
Dihari yang sama pun aku pulang bersama mereka berdua, rasa canggung itupun masih saja melekat pada diriku, omonganku terbata-bata saat ingin mengucapkan sesuatu
“ Bi,bi jadi gimana?  Ha..harii ini bisa mengajariku tentang materi yang tadi disekolah?” tanya ku ke Shalbi.
“siaap deeh, tapi agak sorean ya.”
“ o..oke deh” “oh iya, Flor mau ikut belajar bareng?”
“kayaknya engga deh Mon, hari ini ada les tari soalnya, maaf ya. “
“ sip deh kalo begitu.”
Setelah Florin memutuskan untuk tidak bisa belajar bareng, hati ku  merasa kecewa, padahal jika ia bisa ikut, aku bisa memandangi wajah nya itu dalam waktu yang agak lama. Terpaksa deh cuma belajar dengan Shalbi. Aku pun belajar bersama Shalbi hingga mentari petang menyembunyikan dirinya.
Esoknya, seperti bisa aku pulang bareng dengan Shalbi, tetapi Florin tidak bisa ikut dengan kami karena ia harus mengerjakan tugas di rumah temannya. Saat berjalan berdua, aku ingin sekali menceritakan perasaan ku tentang Florin. Di sisi lain aku tidak enak menceritakan nya, hatiku sangat berat untuk menceritakan itu. Ya  karena Shalbi teman dekatnya Florin, aku takutnya si Shalbi ngebocorin rahasia ini ke Florin, aduh bisa kepalang malu kalo gitu.
Waktu demi waktu berjalan,  Setelah menjalani ujian akhir. Hari pelepasan siswa pun tiba. Ini hari aku dinyatakan lulus dari sekolah ini, selama di sekolah ini, perjalanan ku tidak hanya seperti air yang mengalir, tapi seperti mendaki bukit, menyebrang samudera, dan mengahadang angin kencang. Banyak sekali momen-momen yang tak bisa dilupakan. Di hari ini juga aku dan teman-temanku akan berpisah karena masing-masing dari kami ingin melanjutkan kuliah di luar kota.  Ditambah aku juga akan berpisah dengan Shalbi dan Florin. Tapi mengapa hati ini bagai terbesit oleh pisau  saat berpisah dengan mereka berdua. Pikiran ku berbicara “Apakah momen-momen bermakna yang aku jalani bersama mereka harus terlupakan begitu saja karena aku akan berpisah dengan mereka? “ sebelum berpisah aku sudah menyiapkan secercah surat yang sudah aku tulis semalam, sebelum memberinya kepada Florin, aku membaca terlebih dahulu..ehh tiba-tiba aku kebelet untuk membuang air kecil, sehingga aku langsung bergegas ke kamar kecil.  Setelah kembali, secercah surat yang ada di atas meja aku ambil dan aku gulung menggunakan pita berwarna biru dan merah. Dan aku masukan kedalam tas. Shalbi pun mendatangiku.
“ Mon, kenapa kamu keliatan gelisah?” ucap Shalbi sambil memegang pundak ku
“ engga apa-apa ko Bi, rencana nya jadi mau lanjut kuliah di luar kota nih?” jawabku .
“ insyallah jadi Mon, kalo kamu jadinya engga bakal ke luar kota?”
“ emhhh, iya nih kayaknya, ya biar lebih deket aja sama orang tua Bi.” tegas ku kepada Shalbi
“ ohh gitu Mon, bagus deh kalo gitu, ya mudah-mudahan kita bisa sukses ya, amiin.”
“ iyaa Bi,  laah ko sendiri, Florin nya mana?”
“ emhhh, dia tidak bisa datang Mon, ia harus berangkat duluan ke luar kota hari ini, ia menitip salam untukmu, dan dia bilang semoga kau sukses selalu.” jawab Shalbi dengan nada yang lemah.
(Deeeegggggg) hatiku sakit dan hatiku terbelah saat mendengar itu. Di hari ini aku tidak bisa melihat Florin, aku sangat kecewa sekali. Jujur, aku ingin sekali  meneteskan air mata, tapi untungnya bisa aku kengkang.
28 Agustus 2014
Halo..
Anggap saja surat ini hanya sebagai perantara untuk aku menunjukan perasaanku kepadamu, sebenarnya aku sudah jatuh hati sama kamu, tapi aku tak sanggup untuk mengungkapkan nya. Resah untuk ku mengungkapkan nya padamu. Jika ada suatu yang lebih indah dari kata cinta dan tulus, aku ingin mengucapkan nya padamu. Jadi...
Aku cinta kamu Florin                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        Tertanda
Reymon

Ya benar, itu adalah secercah surat yang sudah aku tulis semalam , sekarang tidak ada guna nya lagi, dan kini sudah terlambat. Di balik itu semua, aku berusaha tegar didepan Shalbi.
“ yaaah, yaudahlah. “jawabku sambil menunduk.
“ Mon... sebenarnya aku tidak bisa pisah dengan kamu dan Florin, susah rasanya berpisah dengan orang yang telah menciptakan momen-momen bermakna denganku” tegas Shalbi.
“ perasaanku juga seperti itu Bi, tapi apa daya? Aku harus merasa tegar untuk melewati ini.”
“ iya kamu benar, anggap lah ini sebuah jembatan yang harus kita lintasi untuk mencapai cita-cita kita mon.”
“ iya Bi, itu benar, kita harus semangat.” jawabku.
“ iya mon, mon jangan lupain aku ya, meski kita bakal jauh, tapi sahabat itu akan selalu support terus, ini ada kenangan dariku,jangan diliat dari harganya ya, tapi liat dari ketulusan memberinya” ucap Shalbi sambil memberikan sebuah kotak kecil.
“ iya Bi, sama ya, jangan lupain aku juga meski kita udah sukses nanti, dan makasih juga untuk kenang-kenangannya, maaf klo aku tak bisa memberi mu apa-apa.” jawabku.
“iya tak apa kok.” jawab Shalbi.
Aku, Shalbi, dan Florin pun berpisah untuk waktu yang begitu lama.
Waktu pun berlalu. Dimalam hari yang hari itu tidak hujan tapi hanya lebih menyerupai sebuah gerimis. Aku mendengarkan lagu yang selalu aku dengarkan ketika masih di SMA, tiba-tiba tak sengaja, aku mengacak lagu yang ada di galeri musik ku, dan ternyata terputarlah lagu yang diberikan Shalbi kepadaku. Aku ingat, ingat sekali,  ini adalah lagu yang diberikakan Shalbi kepadaku saat aku sedang duduk sendiri di pojokan sekolah.  Pikiranku melayang, seakan terbang mendekati masa lalu, dan seketika aku mengingat masa-masa indah di SMA bersama Shalbi. Aku terbayang  kata-kata yang ia lontarkan untuk menyemangatiku saat hari pelepasan.  Aku beranjak dari kasurku untuk mendekati lemari kamarku, “sreeeeeg” aku membuka laci lemari itu, terdapat sebuah pena kecil berwarna biru. Ya itu adalah kado pemberian Shalbi dihari pelepasan. Segera aku ambil pena itu, dan kembali duduk dikasur ku.
Aku terdiam..... menatap pena itu dengan serius. Hatikuku merasa sangat bersalah dengannya, karena setiap dia selalu ada buat ku, tetapi aku malah memikirkan yang lain. Dan ia sangat peduli denganku, dan juga tanpa ilmu yang ia ajari, aku tidak akan bisa seperti ini. Tetapi mengapa dulu aku  hanya memikiran Florin, Florin, dan Florin.  Aku cuma bisa terdiam, memandang gerimis yang seakan menari mengikuti alunan desir angin malam itu. Sebenarnya aku ingin menangis, menumpahkan semua air mata. Aku ingin berlari ke luar halaman agar gerimis itu bisa bersanding dengan gerimis air mataku. Tapi, aku mencoba membendung semuanya. Aku sadar, ternyata dulu aku menyia-nyiakan orang yang ada buatku. Florin itu bukan cinta ku, tapi....  Dari situ aku teringat sebuah secercah surat yang gagal aku berikan kepada Florin. Aku pun mengambil tas ku, dan membuka sleting depannya. Dalam hatiku berkata “mudah-mudahan masih ada suratnya”.. “akhirnya ketemu”. Aku pun membuka sebuah kertas yang sudah menguning itu. Aku tatap dengan tajam. Aku berbicara pada diri ku sendiri “ surat ini seharusnya bukan untuk Florin”.
Hari demi hari berjalan, 4 tahun kemudian, diadakan reuni SMA. Aku pun menghadiri acara itu, tak ku sangka ternyata aku bertemu kembali dengan kerabat lamaku, Shalbi, tanpa ada Florin disitu.
“ eh Shalbi, halo apa kabarmu?”
“ eh Reymon, baik ko. kamu gimana? Baik kan pasti? Hehe... “
“ oh iya.. hehe... Shal..”
“ iya?”
“ ada yang pengen memberikan sesuatu, tapi bentar dulu. Florin engga datang lagi ya?”
“oh iya mon, ia tidak bisa dihubungi, mungkin dia juga tidak tau informasi tentang acara ini”
“ oh gitu Shal. ”
Aku pun membuka tas ku, dan  mengambil gulungan kertas yang sudah agak menguning dengan dihiasi pita biru dan merah, ya itu adalah secercah surat yang  gagal aku berikan pada Florin.
“ aku ingin memberikan ini Shal..”
“sepertinya aku tahu, ini adala surat yang ingin kamu berikan pada Florin kan?”
Hatiku dag dig dug tiba-tiba
“ lohhh... ko tau bi? “ jawabku dengan nada yang sedikit gelisah
“ aku melihat surat itu, ketika kamu tinggalkan di atas meja, ketika kamu sedang meninggalkan nya sebentar, ternyata dugaanku benar, kamu sudah suka sama Florin. Saat kamu sudah kenal Florin begitu lama, tatapanmu beda kepadanya. Dari situ aku juga sudah mulai curiga Mon.. Jadi kamu ingin menitipkan surat ini kepadaku, untuk aku memberikannya kepada Florin?”
“Bukan Shal, kamu salah besar, tolong dibuka...”
Reymon pun memberikan surat itu kepada Shalbi. Dan dengan perlahan, Shalbi membuka surat itu.
28 Agustus 2014
Halo..
Anggap saja surat ini hanya sebagai perantara untuk aku menunjukan perasaan ku kepadamu, sebenarnya aku sudah jatuh hati sama kamu, tapi aku tak sanggup untuk mengungkapkan nya. Resah untuk ku mengungkapkan nya padamu. Jika ada suatu yang lebih indah dari kata cinta dan tulus, aku ingin mengucapkan nya padamu. Jadi...
Aku cinta kamu Florin   Shalbi
         Tertanda
                                                                                                                                                 \       reymon

“ jadi... aku salah selama ini, sebenarnya sejak dulu hatiku itu buat kamu, bukan Florin. Aku baru menyadari nya, dulu aku hanya menggunakan pikiranku untuk memilih tanpa menggunakan hatiku. Yang sebenarnya hatiku sudah berteriak untuk cinta sama kamu. Dan dulu, ternyata aku memaksa untuk cinta kepada Florin. Aku mencoret nama Florin disitu dengan pena yang kamu berikan saat hari pelepasan dulu, dan mengganti nya dengan nama mu karena aku yakin kalo surat itu seharusnya untukmu, terimakasih untuk semua peduli kamu untukku saat kita masih SMA, dan terimakasih untuk pena nya. Pena itu membantu ku untuk menulis cinta k yang sebenarnya”
Setelah itu, aku pun menjadi dekat kembali dengan Shalbi. dan pada akhirnya, hatiku tak resah kembali karena aku telah memilih dengan benar. Mungkin benar, jodoh akan dipertemukan.


TAMAT



No comments:

Post a Comment